Beranda | Artikel
Musafir, Dali-dalil Yang Membolehkan Seorang Musafir Untuk Tidak Berpuasa
Minggu, 3 Mei 2020

ALASAN-ALASAN YANG MEMBOLEHKAN SESEORANG UNTUK TIDAK BERPUASA PADA SIANG HARI DI BULAN RAMADHAN

Pembahasan 2
M U S A F I R
Dalam pembahasan ini terdapat lima bagian:

  • Bagian Pertama, dalil-dalil yang membolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa.
  • Bagian Kedua, beberapa jenis perjalanan yang membolehkan pelakunya tidak berpuasa.
  • Bagian Ketiga, jarak perjalanan yang membolehkan seseorang tidak berpuasa.
  • Bagian Keempat, manakah yang lebih utama, berpuasa atau tidak berpuasa ketika dalam perjalanan?
  • Bagian Kelima, berbuka puasa bagi orang yang berniat untuk bermukim di suatu negara.

Bagian Pertama: Dalil-dalil yang Membolehkan Seorang Musafir Untuk Tidak Berpuasa
Dibolehkan untuk tidak berpuasa bagi seorang musafir yang melakukan perjalanan pada bulan Ramadhan. Hal tersebut dida-sarkan pada dalil al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’ dan juga logika.

Dalil-dalil dari al-Qur-an adalah:
Firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Maka, jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” [Al-Baqarah/2: 184]

2. Firman Allah Ta’ala:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Karena itu barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

Demikianlah nash sharih (jelas) yang membolehkan seorang musafir tidak berpuasa, tetapi dia tetap berkewajiban untuk mengqadha’ puasa sesuai dengan hari-hari yang ditinggalkannya itu. Dan pada ayat-ayat di atas terdapat penjelasan mengenai sebab tidak berpuasa, yaitu pemberian keringanan dan kemudahan kepada kaum muslimin.

Sedangkan dalil-dalil dari as-Sunnah adalah:

  1. Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Hamzah bin ‘Amr al-Aslami pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah aku boleh berpuasa dalam perjalanan –ia termasuk orang yang banyak berpuasa-?” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ شِئْتَ فَأَفْطِرْ…”

Jika mau, berpuasalah dan jika mau, kamu boleh tidak ber-puasa…”[1]

  1. Hadits yang diriwayatkan dari Abud Darda’ Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah pergi bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada beberapa perjalanan (yang ditempuhnya) pada hari yang panas sehingga beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya karena panas matahari yang sangat terik. Tidak ada di antara kami yang berpuasa, kecuali Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Ibnu Rawahah…”[2]
  2. Hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dalam suatu perjalanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat kerumunan orang dan seorang yang berteduh di bawahnya, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mengapa orang ini?’ Mereka menjawab, ‘Dia sedang berpuasa.’ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“…لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ  فِي السَّفَرِ.”

          ‘Bukanlah termasuk kebajikan jika berpuasa dalam per-jalanan.’” [3]

Hadits-hadits di atas merupakan dalil paling nyata yang membolehkan seorang musafir untuk tidak berpuasa secara umum, meskipun terdapat perbedaan di kalangan ulama mengenai, mana yang lebih baik bagi seorang musafir, berbuka atau berpuasa?

Dan dalil dari Ijma’ adalah sebagai berikut:
Kaum muslimin telah sepakat membolehkan berbuka (tidak berpuasa) bagi seorang musafir secara umum.

Di dalam kitab al-Majmuu’, Imam an-Nawawi mengatakan, “…Jika perjalanannya itu jauh di atas jarak yang membolehkan qashar shalat, sedang perjalanannya itu bukan untuk maksiat, maka menurut ijma’, dia boleh tidak berpuasa pada bulan Ramadhan yang disertai dalil al-Qur-an dan as-Sunnah…”[4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Dibolehkan bagi seorang musafir untuk tidak berpuasa, menurut kesepakatan umat, baik dia dalam keadaan mampu mengerjakan puasa mau-pun tidak, baik dia merasa keberatan untuk menjalankannya maupun tidak.”[5]

Adapun dalil secara logika adalah:
Dibolehkannya tidak berpuasa dalam perjalanan, karena perjalanan menjadi aktivitas yang banyak menghadapi kesulitan, sehingga diberikan keringanan kepada kaum muslimin dalam rangka menghilangkan kesulitan dan kesusahan tersebut.

Mahabenar Allah Yang Mahaagung atas firman-Nya:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak meng-hendaki kesukaran bagi kalian.” [Al-Baqarah/2: 185]

[Disalin dari buku “Meraih Puasa Sempurna”,  Diterjemahkan dari kitab “Ash-Shiyaam, Ahkaam wa Aa-daab”, karya Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir].
______
Footnote
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/30) dan Shahiih Muslim (III/144))
[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/30) dan Shahiih Muslim (III/145))
[3] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. (Shahiih al-Bukhari (III/31) dan Shahiih Muslim (III/142))
[4] Al-Majmuu’ oleh an-Nawawi (VI/261). Lihat kitab Badaa-i’ush Shanaa-i’ (I/93), Bidaayatul Mujtahid (I/3850) dan kitab al-Mughni (IV/406).
[5] Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXV/210).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/15690-musafir-dali-dalil-yang-membolehkan-seorang-musafir-untuk-tidak-berpuasa.html